Menurut Dyah (2015) hubungan antara perpustakaan, arsip dan museum, kerap kali dipisahkan, padahal ketiganya memungkinkan untuk bekerja sama dan berkolaborasi. Pemisahan cara pandang biasanya diawali dengan kacamata bahwa kegiatan di museum hanya mengelola artefak, sedangkan kegiatan perpustakaan erat dengan tata kelola buku (kini dalam arti luas), lalu arsip lekat dengan pengelolaan terhadap rekaman grafis.
Senada dengan pemisahan cara pandang lembaga informasi, Djulianto (2014) menjelaskan Lembaga perpustakaan, arsip, dan museum sebenarnya sama-sama menyimpan informasi tentang masa lalu. Hanya bedanya, museum menyimpan informasi tidak tertulis berupa artefak, sementara arsip dan perpustakaan menyimpan informasi tertulis dan terekam.
Sementara Duff et al. (2013:2) menjelaskan bahwa perpustakaan, arsip dan museum memiliki kesamaan fungsi (seperti pengumpulan, konservasi, penelitian, dan pelayanan publik) memungkiri perbedaan praktik profesional, pelatihan, dan metode organisasi yang sebagian besar membedakan bidang ini saat ini.
Lebih lanjut The International Federation of Library Associations and Institutions (IFLA, 2004) menjelaskan kolaborasi lembaga informasi tidak sebatas perpustakaan, arsip dan museum melainkan juga kolaborasi monumen dan situs yang memiliki kerja sama yang lama dan sekarang sepakat untuk meningkatkan kerja sama antara untuk kepentingan dan kegiatan bersama.
Dari penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perpustakaan, arsip, museum dan monumen memiliki kesamaan fungsi, pelayanan kepada pemakai, pemakai itu sendiri serta mendukung untuk tercapainya kerjasama di masing-masing lembaga tersebut.
Kolaborasi & Konvergensi Perpustakaan, Arsip, & Museum
Shahed (2014:13) menjelaskan konvergensi adalah proses dimana dua atau lebih orang atau organisasi memiliki serangkaian pengetahuan umum melalui proses pengembangan pengetahuan dan interaksi sosial yang merupakan aspek paling dasar dan esensial dari saling ketergantungan kognitif di antara mitra kerja sama. Komunikasi yang konsisten dan terbuka, fleksibilitas, penghormatan terhadap perbedaan di antara kolaborator. Pengembangan dan implementasi sistem akses online terpadu,program pencitraan digital, metadata, pengelolaan data, penyimpanan, dan akses yang dikembangkan dengan baik adalah tujuan dari di antara lembaga informasi.
Musiana (2014) secara alami perpustakaan, lembaga arsip dan museum sesungguhnya merupakan mitra - partner, karena kerap melayani masyarakat pemakai yang sama dengan cara yang sama. Kerjasama dengan berbagai cara dari ketiga lembaga ini dapat saling mengisi tujuan, dan melayani pemakai mendapatkan yang terbaik melalui kemampuan kolektif.
Lebih lanjut Duff et al. (2013:4) menjelaskan tinjauan literatur ilmiah mengenai kolaborasi dan konvergensi yang ditulis selama lima tahun terakhir mengungkapkan empat tema berulang: batasan dan kemungkinan kolaborasi dan konvergensi; kebutuhan akan kolaborasi dan konvergensi institusional dan disipliner; pengalaman membangun kemitraan dan kolaborasi; dan peran pendidikan.
Batasan, dan kemungkinan kolaborasi dan konvergensi
Batas konvergensi antar perpustakaan, arsip dan museum dilihat sebagaimana pustakawan, arsiparis dan profesional museum memaknai layanan, koleksi, pemakai dan budaya masing-masing lembaga informasi. Misalnya, ada perbedaan mendasar antara "melihat" koleksi, seperti tipikal dalam museum, dan “menggunakan” atau “membaca” bahan perpustakaan dan arsip. Perbedaan ini menunjukan entitas yang mewakili identitas masing-masing lembaga informasi. Untuk mewujudkan kolaborasi maka perbedaan dianggap sebagai hal yang saling melengkapi. Kolaborasi lembaga informasi akan sukses jika kolaborator mampu mengidentifikasi persamaan dan perbedaan substantif.
Kebutuhan akan kolaborasi dan konvergensi
Untuk memenuhi kebutuhan pemakai, maka lembaga perpustakaan, arsip dan museum harus menyediakan pelayanan dan sumber informasi yang memenuhi tuntutan pemakai. Dengan semakin berkembangnya teknologi internet, perpustakaan, arsip dan museum dapat memanfaatkannya untuk saling bertukar data dan informasi. Internet dipandang sebagai media yang dapat menjadi perantara antara ketiga lembaga informasi ini. Namun, hal ini tentunya harus didukung oleh sumber daya manusia, infrastruktur dan anggaran yang memadai. Selain itu juga harus ada kebijakan yang menaungi pertukaran data tersebut.
Pengalaman membangun kemitraan dan kolaborasi
Jika dilihat lembaga informasi diluar Indonesia, maka sebenarnya konsep konvergensi perpustakaan, arsip dan museum adalah hal yang biasa dilakukan. Namun di Indonesia terutama di Malang belum ada pengalaman kerjasama yang membangun kolabarasi perpustakaan, arsip dan museum. Kolaborassi ketiga lembaga informasi ini hanya berupa gagasan yang belum dapat direalisasikan.
Peran pendidikan
Pendidikan untuk mencetak profesional di bidang perpustakaan, arsip dan museum merupakan hal yang harusnya dilakukan. Pemerintah harus berupaya untuk mengembangkan sumber daya ahli dibidangnya. Dengan dengan sumber daya yang dididik maka diharapkan dapat mewujudkan kolaborasi dan konvergensi lembaga informasi ini.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa konvergensi perpustakaan, arsip dan museum merupakan hal mendasar bagi lembaga informasi untuk saling berkolaborasi untuk memenuhi kebutuhan pemakai, mengembangkan koleksi yang dimiliki serta mengembangkan layanan yang disediakan dengan memanfaatkan potensi masing-masing lembaga informasi tersebut. Perpustakaan, arsip dan museum pada hakekatnya dapat berkolaborasi untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan pemakai.
Tantangan dalam konvergensi perpustakaan, arsip dan museum
Menurut Duff et al. (2013:16) tantangan yang dikategorikan secara luas bersifat institusional atau profesional, mengatasi keberadaan strukrur institusional (seperti akses terhadap koleksi), untuk menyesuaikan diri dengan perubahan identitas dan nilai profesional, dan mengatasi hambatan komunikasi dan bahasa.
Institutional silos and access systems
Proses konvergensi sistem akses dan skema metadata yang berbeda-beda sebagai dipandang sebagai suatu tantangan. Sebuah sistem dan skema metadata standar idealnya menjadi salah satu kunci untuk pertukaran data (interoperability). Sistem lembaga informasi yang terintegrasi dan terpusat akan memudahkan proses pencarian dan temu balik informasi.
Professional identities, values, languages and communications
Tantangan terbesar dalam konvergensi yaitu terhubung dengan identitas profesional dan keahlian profesional. Keahlian seseorang adalah apa yang memberinya nilai. Sedangkan nilai berasal dari budaya dari masing-masing profesional. Perbedaan profesional juga dapat dilihat dari cara berpikir dan penggunaan bahasa. Selain itu berkomunikasi secara efektif dengan pemangku kepentingan dan staf merupakan tantangan besar.
Sementara Zorich (2008:7) menambahkan beberapa tantangan konvergensi perpustakaan, arsip dan museum yaitu :
Infrastruktur
Infrastruktur masing-masing lembaga dinilai memilikim kelebihan dan kekurangan masing-masing. Infrastruktur yang baik akan membuat kolaborasi lebih mudah, seperti tersedianya sistem dan jaringan internet. Selain itu juga tersedia sarana prasana koleksi yang memadai di masing-masing lembaga informasi.
Organisasi
Ketersediaan anggaran dalam lembaga informasi yang terbatas. Anggaran yang terbatas membuat sulit berkembangnya kolaborasi lembaga informasi. Disisi lain jika tidak ada anggaran maka kolaborasi tidak dapat berjalan. Sehingga mengalami kemunduran dalam berkolaborasi.
Koleksi dan Pengajaran
Ada kebutuhan yang beragam dari pemakai di masing-masing lembaga informasi. Kebutuhan yang beragama mengharuskan lembaga informasi untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Selain itu kolaborasi lembaga informasi ini juga akan menjadi percontohan bagi lembaga informasi lain agar dapat berkolaborasi satu sama lain. sehingga tercipatanya konvergensi tiap-tiap lembaga informasi.
Manfaat konvergensi perpustakaan, arsip dan museum
Ada sejumlah manfaat dalam melakukan kolaborasi antara perpustakaan, arsip dan museum. Secara lebih rinci Yarrow et al. (2008:35) menjelaskan beberapa manfaat konvergensi perpustakaan, arsip dan museum, sebagai berikut :
Berbagi sumber
Berbagi sumber sebenarnya dapat menghemat anggaran untuk semua mitra. Lembaga informasi dapat menggunakan material bersama-sama. Dengan bekerjasama, lembaga informasi memperoleh koleksi yang lebih lengkap dan pemakai yang lebih banyak. Berbagi sumber juga dapat meningkatkan akses terhadap seluruh koleksi, dan kadangkala hal ini berdampak juga kepada peningkatan kualitas staf. Staf akan saling belajar dan mengenal material yang dimiliki oleh seluruh mitra kolaborasi.
Meningkatkan kepedulian
Dengan berbagai jalan; proyek akan menerima dampak pemasaran yang kuat dan menumbuhkan visibilitas seluruh mitra. Display dan pameran akan selalu baru dan mutakhir, dengan menggunakan banyak bantuan professional teknik pameran dan hal ini akan menarik lebih banyak pengguna dan pengunjung dan juga pengguna dan pengunjung baru. Kolaborasi jelas akan menambah pengguna dan pengunjung baru untuk semua mitra.
Meningkatkan kesadaran publik dan akses terhadap sumber
Kolaborasi dapat menyediakan kesempatan bagi perpustakaan, museum dan lembaga informasi yang bermitra untuk meningkatkan persepsi umum pada setiap institusi.
Mendekatkan dengan pemakai dan komunitas
Kolaborasi juga membuka kesempatan untuk menjadi lebih dekat dengan komunitas dan seluruh mitra yang berpartisipasi. Yang tidak kalah penting, kolaborasi memberikan kesempatan kepada seluruh masyarakat untuk memilih berbagai cara untuk belajar.
Daftar Pustaka
Duff, W. M., Carter, J., Cherry, J. M., MacNeil, H., & Howarth, L. C. (2013). From Coexistence to Convergence: Studying Partnerships and Collaboration among Libraries, Archives and Museums. Information Research: An International Electronic Journal, 18(3), n3.
IFLA.2014. About LAMMS dalam https://www.ifla.org/about-lamms diakses pada 16 Oktober 2017 pukul 21:24 WIB
Mahmud, Shahed. 2014.History and Reconvergence of (GLAM) dalam https://www.academia.edu/8344798/History_and_Re-convergence_of_Galleries_Libraries_Archives_Museums_GLAM_-_A_systematic_literature_review diakses pada 17 Oktober 2017 pukul 03:00 WIB
Royjavanis. 2016.Wisata Museum Brawijaya di Kota Malang Dalam http://wisata-tanahair.com/2016/07/wisata-museum-brawijaya-di-kota-malang.html diakses pada 17 Oktober 2017 pukul 05:26 WIB
Sulistyorini, Dyah (2015). “Menggagas kolaborasi perpustakaan, arsip dan museum”dalam http://www.antaranews.com/berita/481903/menggagas-kolaborasi-perpustakaan-arsip-dan-museum diakses pada 16 Oktober 2017 pukul 20:00 WIB
Susantio,Djulianto.2014.“Perpustakaan, Arsip dan Museum” Dalam https://museumku.wordpress.com/2014/08/27/perpustakaan-arsip-dan-museum/ diakses pada 18 Oktober 2017, pukul 16:01 WIB
Yarrow, A., Clubb, B., & Draper, J. L. (2008). Public libraries, archives and museums: Trends in collaboration and cooperation. The Hague: International Federation of Library Associations and Institutions.
Yudhawasthi, C. Musiana (2014). “Kolaborasi Perpustakaan, Lembaga Arsip & Museum: Sebuah Upaya Membangun Lembaga Informasi yang Memorable & Experience” Dalam https://www.academia.edu/8945661/Kolaborasi_Perpustakaan_Lembaga_Arsip_and_Museum_Sebuah_Upaya_Membangun_Lembaga_Informasi_yang_Memorable_and_Experience diakses pada 17 Oktober 2017, pukul 03:00 WIB
Zorich, Diane M..2008. “Library, Archive and Museum Collaboration at Yale University A meeting to further dialog and collaboration among libraries, archives and museums” Dalam ydc2.yale.edu/node/393/attachment diakses pada 17 Oktober 2017, pukul 04:00 WIB
Catatan
Kajian Kolaborasi dan Konvergensi Perpustakaan, Arsip dan Museum dibuat pada tahun 2017, merupakan bagian dari makalah Kolaborasi dan Konvergensi Perpustakaan, Arsip dan Museum di Kota Malang (Studi pada Perpustakaan Militer dan Museum Brawijaya Malang) yang tidak diterbitkan.
Posting Komentar untuk "Konvergensi Perpustakaan, Arsip dan Museum "
Untuk pembaca blog Ganipramudyo.web.id, Feel free to ask!