Tugas utama guru sebagai pelaku perubahan bukanlah sekedar mengubah perilaku siswa di sekolah menjadi lebih baik dan bertanggung jawab, baik terhadap di diri sendiri maupun orang lain, melainkan lebih dari itu, dari perubahan perilaku individu menuju visi rekontruksi sosial perbaikan masyarakat melalui pengajaran dan pembelajaran. Guru mendidik dan mengajar para siswa agar pada akhirnya siswa mampu mandiri dan terlibat aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Melalui pendidikan mereka dapat membentuk jiwa-jiwa merdeka, kreatif yang mampu membangun tatanan baru dalam masyarakat berdasarkan nilai-nilai yang mereka miliki.
“Verba movent exempla trahunt(kata-kata itu menggerakan orang, namun teladan memikat hati)”
Seringkali guru dihadapkan pada sebuah dilema moral karena sistem pendidikan dan budaya sekolah tidak selaras dengan kinerja profesionalismenya. Sistem pendidikan guru berhadapan dengan model kurikulum, metode belajar, sistem evaluasi, dan penilaian yang bisa jadi bertentangan dengan prinsip – prinsip pendidikan. Salah satunya adalah sistem penilaian kurikulum 2013,
“kurikulum 2013 itu ibarat mobil mercy mewah yang dikendarai oleh sopir yang tidak berpengalaman yang hanya dibekali dengan buku manual”
seolah dengan buku manual, semuanya itu akan menjadi lancar. Intinya meskipun bagus, ditangan sopir yang tak berpengalman atau guru yang tidak terlatih, mobil mercy(baca,kurikulum 2013) ini tidak akan berjalan. kebijakan Ujian Nasional (UN) pun dikaitkan, selama ini menjadi perdebatan keras dikalangan akademisi dan praktisi. Guru kembali dihadapkan pada dilema moral, apakah tetap melanggengkan praktik-praktik pengajaran yang meredusir kekayaan sebuah proses pembelajaran dan menyempitkannya sekedar pada usaha meluluskan peserta didik dalam laga hidup mati yang disebut ujian nasional, atau kembali menemukan jati dirinya sebagai guru dan pendidik bangsa dengan cara inovasi dan kreasi dalam menawarkan pengalaman belajar siswa melalui berbagai macam metode dan teknik pembelajaran yang membantu siswa mengakuisisi ilmu pengetahuan lebih baik.
Kelebihan yang terdapat buku ini adalah guru sebagai pelaku perubahan secara gamblang dijelaskan dari bagaimana konsep gagasan, prinsip bagi pengembagan visi guru sehingga dapat dilaksanakan secara praktis dalam kerangka proses formasi guru, sehingga reformasi pendidikan di tingkat sekolah dapat terjadi secara berkesinambungan.Selain itu buku ini menjelaskan tujuh strategi dan studi kasus yang dapat digunakan untuk pengembangan visi guru sebagai pelaku perubahan dan pendidik karakter.
Kekurangan yang terdapat buku ini adalah kurang dijelaskan secara nyata dan lengkap sistem pendidikan dan sistem budaya yang diterapkan di sekolah-sekolah di Indonesia. Terkait kurikulum 2006 dan kurikulum 2013 dan keberagaman sistem budaya indonesia yang belum dijelaskan secara detail.
Buku ini menjadi pengantar bagi mereka yang ingin mengembangkan diri lebih lanjut menjadi pemimpin pendidikan kostruktif, yaitu sebuah kepemimpian pendidikan konstruktif, yaitu sebuah kepemimpinan pendidikan yang memiliki tujuan pembangunan dan pengembangan tatanan masyarakat yang lebih baik dan lebih mju dari sekarang ini. Guru mampu membentuk diri sebagai pelaku perubahan dan pendidikan karakter sesungguhnyya telah siap untuk maju ke langkah pengembangan diri lebih lanjut sebagai pemimpin pendidikan konstruktif,atau pemimpin pendidikan karakter (character educational leadership).
Posting Komentar untuk "Resensi Pendidikan Karakter Di Zaman Keblinger: Mengembangkan Visi Guru Sebagai Pelaku Perubahan dan Pendidikan Karakter"
Untuk pembaca blog Ganipramudyo.web.id, Feel free to ask!